Kamis, 29 Mei 2008

Perkembangan TKP

DARI TRADISIONAL SAMPAI MODERN
Oleh Annisa Phieraz P*

Media belajar siswa di Indonesia berubah seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi pendidikan di Indonesia. Pada masa lalu, siswa Indonesia melakukan pembelajaran konvensional dengan hanya duduk didalam kelas, mendengarkan “ceramah” dari guru. Terkadang sambil terkantuk-kantuk , bosan, dan separuh hati mendengarkan penjelasan dari guru. Semua itu terjadi karena ada masanya siswa tidak fokus dalam mengikuti pelajaran atau menerima ilmu yang baru karena beberapa hal. Misalnya, sedang sakit, ada masalah, atau hal lain. Hal tersebut yang kemudian berubah seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi pendidikan.
Teknologi komunikasi pendidikan memberikan pengaruh yang besar dalam peningkatan mutu pendidikan di Indoesia. Saat ini teknologi komunikasi pendidikan telah merubah pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran berbasis e-learning. Siswa tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Seorang siswa dapat belajar apa saja, kapan saja, dan dimana saja dengan hanya berhadapan dengan sebuah alat yang disebut dengan komputer yang terhubung dengan jaringan internet. Selain itu dengan menggunakan alat teleconverence akan lebih meningkatkan keefektifan pembelajaran yang tak terbatas ruang dan waktu.
Pembelajaran berbasis e-learning dibagi menjadi 2 yaitu yang bersifat sinkron dan tidak sinkron. Untuk pembelajaran e-learning yang bersifat sinkron dapat artikan bahwa pembelajaran dapat dilakukan pada ruang yang berbeda tetapi harus dalam waktu yang sama, contohnya adalah pembelajaran yang menggunakan yahoo massanger, teleconverence, dsb. Sedangkan Untuk pembelajaran e-learning yang bersifat tidak sinkron dapat artikan bahwa pembelajaran dapat dilakukan pada ruang dan waktu yang berbeda, contohnya adalah pembelajaran yang menggunakan e-mail, dsb.
Walaupun saat ini untuk menggunakan alat –alat tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, tetapi seiring dengan berjalannya waktu pasti alat-alat tersebut lebih familiar di masyarakat dan akan menurun pula biaya untuk menggunakan alat tersebut. Seiring dengan itu pula akan berkembang pendidika di Indonesia menjadi semakin maju dan merata kepada seluruh masyarakat di Indonesia.
* Jurusan Kurtekdik UNNES Semarang angkatan 2006 (NIM 1102406051)

Rabu, 28 Mei 2008

Perkembangan Teknologi Komunikasi

Perkembangan Fasilitas Ponsel dan Layanan 3G serta Dampaknya pada Penggunaan Ponsel di zaman modernisasi saat ini teknologi berkembang dengan pesat, masyarakat pun tidak mau ketinggalan dengan perkembangan teknologi tersebut. Salah satu perkembangan yang kita temui dalam keseharian kita yakni penggunaan fasilitas ponsel yang kini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat bahkan dengan adanya fasilitas ini segala kesulitan yang dihadapi masyarakat pada umumnya lebih berkurang jika dibandingkan tanpa adanya ponsel ditangan masyarakat.
Dengan fasilitas yang tersedia di ponsel tersebut kita bisa melakukan komunikasi dengan kerabat yang berada jauh dari kita tanpa mengalami kesulitan kecuali jika signal pada daerah tujuan belum seutuhnya lengkap. Mendengar kabar dari family tidak harus menuggu dengan waktu yang cukup lama karena dengan lewat sms saja kita dengan cepat mendapat kabar dari mereka. Berbagai jenis ponsel kini beredar di tengah-tengah masyarakat dengan tipe serta keunikan masing-masing agar fasilitas tersebut dengan cepat diterima oleh masyarakat pengguna ponsel tentunya.Kini dengan harga yang lumayan bisa dijangkau oleh masyarakat, ponsel bisa dipakai oleh berbagai kalangan. Dengan berbagai akses yang didapat membuat penggemar ponsel bertambah terutama bagi kalangan muda yang lebih mengutamakan ponsel sebagai trendi masa kin, tentunya dengan memiliki ponsel yang punya fasilitas lengkap yakni ponsel yang mempunyai fasilitas GPRS, MMS, dan kamera tentunya.
Berkembangnya zaman berarti teknologi pun seakan lebih diutamakan oleh para ilmuwan yakni dengan menciptakan teknologi yang baru yakni Teknologi komunikasi 3G yang merupakan sebuah teknologi komunikasi mobile yang mampu menyatukan dan mengovergensikan semua jenis komunikasi saat ini. Kehadiran teknologi telepon selular generasi ketiga (3G) memberi peluang untuk mewujudkan impian-impian masa lalu terkait cara berkomunikasi.Kita sebelumnya mungkin belum pernah membayangkan dapat berkomunikasi dengan seseorang yang terpisah jarak namun bisa merasakan seakan-akan dia hadir dekat dengan kita. Hal itu bisa terasa karena selain bisa mendengar suaranya juga bisa melihat wajah lawan bicara di layar ponsel. Teknologi mobile kemudian terus berkembang dengan hadirnya teknologi telepon selular generasi kedua (2G) lewat GSM (Global System for Mobile Communications) dan CDMA (Code Division Multiple Access). Keduanya memberikan layanan selangkah lebih maju dengan teknologi digital yang dimiliki dan kemampuannya mentransfer data. Kehadiran 2G kemudian diikuti oleh teknologi GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhance Data rates for GSM Evolution) yang memiliki kecepatan pengiriman data lebih baik.
Belakangan muncul teknologi telepon selular generasi ketiga (3G) yang mampu mentransfer suara, data dan gambar dalam kecepatan tinggi. Terlepas dari sisi biaya yang belum diketahui besarnya dan berbagai aspek kesiapan masyarakat dalam implementasi layanan 3G, kemampuan yang dimiliki teknologi ini tentunya diharapkan mampu memberikan lebih banyak kemudahan dan efektivitas untuk berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia. Namun demikian seperti kita pahami, setiap hal baru yang masuk ke masyarakat pasti membawa dampak atau perubahan sosial. Tak terkecuali dengan 3G. Keberadaannya di tanah air sudah barang tentu akan memberikan banyak implikasi di berbagai sektor kehidupan. Bila kita cermati salah satu masalah pendidikan kita adalah kendala akses ke sumber informasi. Masih mahalnya harga buku-buku, ditambah keenganan sebagian besar masyarakat kita melangkah ke toko-toko buku dan perpustakaan diiringi masih ribetnya mencari informasi di perpustakaan konvensional ditenggarai menjadi penyebab hal tersebut.
Kehadiran 3G tentunya diharapkan dapat memberi alternatif solusi permasalahan akses ke sumber informasi ini. Contohnya, para pengguna ataupun pelanggan layanan ini ke depan akan memungkinkan untuk memilih berbagai e-book yang ditawarkan oleh berbagai content provider di manapun ia berada, selama lokasinya dalam jangkauan jaringan operator. Bagi para penerbit pun, teknologi ini akan mengurangi cost, karena mereka tidak usah mengeluarkan ongkos cetak dan biaya distribusi, karena buku mereka dikemas secara digital dan didistribusikan lewat content provider. Para pengelola konten pun bisa memanfaatkan teknologi ini untuk program-program kursus singkat. Adapun untuk kepentingan konsultasi ataupun media interaktif bersama nara sumber, mereka bisa memanfatkan fasilitas video call maupun video conference. Kendati begitu, bagi dunia akademisi maupun sekolah, kehadiran teknologi 3G ini berpotensi juga menimbulkan dampak negatif. Bila tidak diantisipasi, para siswa yang selama ini gemar menyontek dengan memanfaatkan fasilitas sms, boleh jadi di masa depan cukup memperlihatkan lembar jawaban kepada temannya via kamera handset 3G. Bahkan para joki ujian masuk perguruan tinggi bersama timnya pun berpotensi memanfaatkan teknologi ini untuk memuluskan langkah mereka.
Salah satu aspek yang akan berubah dengan kehadiran 3G adalah media dan hiburan. Sebagaimana kita tahu, sebagian besar masyarakat kita adalah tipikal watching society. Hal ini terlihat dari kurangnya minat baca di negeri ini. Mereka cenderung lebih menyukai tontonan bukan bacaan. Kenyataan ini tentu akan dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis media maupun hiburan dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki 3G. Jaringan 3G yang memiliki bandwidth besar untuk lalu lintas data akan sangat memungkinkan bagi operator untuk menyediakan konten-konten berkapasitas besar, seperti konten-konten media dan hiburan sebagai salah satu layanan. Berbagai klip musik maupun MP3 diyakini akan membanjiri layanan 3G. Hal ini bahkan sudah dimulai dengan kehadiran fasilitas Ring Back Tone maupun Video Ring Tone saat ini. Selain memungkinkan untuk melakukan download file-file audio/video on demand, kehadiran 3G juga akan memungkinkan para penggunanya untuk menikmati radio streaming maupun mobile TV, termasuk sinetron, seperti yang sudah diaplikasikan di negara tetangga Singapura lewat operator MobileOne Ltd. Bagi para jurnalis televisi, kehadiran 3G diharapkan akan membantu peliputan mereka. Karena lewat video call mereka bisa secepatnya melaporkan sebuah peristiwa ke kantor redaksi untuk ditayangkan segera. Pun begitu dalam membaca peluang bisnis atau memutuskan sebuah penawaran kerjasama. Para pengusaha tak perlu beranjak dari kursi mereka untuk melihat sebuah penawaran barang/ jasa dari sebuah perusahaan. Mereka cukup melihat barang yang ditawarkan lewat video call, atau minta dikirim detail via email. Teknologi telepon selular generasi ke-tiga ini juga akan banyak memberi implikasi bagi gaya hidup masyarakat Indonesia. Ada kecenderungan di awal-awal kehadirannya 3G akan menjadi indikator pendongkrak status sosial bagi penggunanya.
Bagi masyarakat kota metropolitan yang sudah akrab dengan kemacetan, kehadiran jaringan 3G akan membantu mereka untuk memilih jalan-jalan alternatif yang sedikit bebas macet. Hal itu terjadi karena operator lewat content provider bisa memberikan layanan video real time yang menayangkan situasi di jalan-jalan protokol. Bagi remaja maupun para games mania, ke depan mereka akan lebih leluasa bermain game online, tak hanya lewat internet namun juga lewat ponsel, karena jaringan 3G memungkinkan untuk itu. Pun begitu bagi para peminat komik, mereka bisa mendapatkan komik dengan gambar berkualitas lewat layanan 3G. Hadirnya 3G juga kemungkinan akan bisa mengubah secara perlahan-lahan kebiasaan cara menggunakan ponsel, yang tadinya menempel di telinga menjadi berbicara dengan menatap layar. Kendati begitu, kehadiran 3G juga berpotensi memberikan ekses negatif terhadap gaya hidup, terutama bagi masyarakat perkotaan. Lewat layanan chat di jaringan 3G misalnya, para pelaku bisnis esek-esek perorangan ini akan lebih bebas bertransaksi dan berpromosi. Mereka bisa saja rela mempertontonkan tubuhnya lewat video call setelah meminta transfer dana kepada peminatnya terlebih dahulu.



Telepon Seluler atau yang biasa disebut Handphone atau Telepon Genggam merupakan salah satu kebutuhan yang sangat biasa di kalangan masyarakat pada masa ini. Masyarakat sangat membutuhkan telepon selain itu juga telah banyak kalangan yang menggunakan telepon genggam ini. Dari masyarakat kalangan atas, sedang sampai masyarakat bawah semua membutuhkan telepon seluler karena untuk saat ini telepon selulerlah yang dianggap sebagai media komunikasi paling cepat dan murah pulsanya, terjangkau harga dan pembelian pulsa dapat dilakukan dimana saja serta menyediakan menu hiburan yang menyenangkan. Berbeda dengan telepon rumah, telepon seluler merupakan telepon atau alat komunikasi tanpa kabel sehingga mudah dibawa kemana saja.
Ponsel merupakan alat komunikasi yang terus mengalami perkembangan. Model ponsel mengalami perkembangan yang cukup pesat. Awal mulanya ponsel yang ada berbentuk lumayan besar dan lumayan berat. Komponen-komponen yang ada di dalamnya belum sekecil sekarang. Secara keseluruhan bentuknya kurang simple dan kurang nyaman membawanya. Dari harga juga masih cukup mahal. Maka tidak mengherankan jika pada mulanya hanya orang yang benar-benar membutuhkan dan memiliki banyak uang yang mampu membeli handphone. Kemudian bentuk ponsel berkembang menjadi bentuk yang lebih kecil sejalan dengan adanya komponen yang semakin kecil pula tetapi memuat ribuan bahkan jutaan transistor. Bentuk kecil dari ponsel menjadi lebih simple dan mudah untuk dibawa bahkan untuk dikantongi di baju. Fasilitas yang dimiliki ponsel juga mengalami perkembangan. Dari mulanya fasilitas yang ada yaitu fasilitas untuk telepon, sms dan memori. Kemudian perkembang dengan adanya fasilitas permainan atau game, radio, mms bahkan yang sudah menjadi trend adalah fasilitas camera, alat rekam dan video.Dan sejak saat itu, industri telekomunikasi yang menghadirkan berbagai macam merk, fasilitas dan bentuk telepon seluler selalu memanjakan konsumennya dengan beragam fasilitas yang menarik dan mendukung pemakaian konsumennya.Begitu banyak kemudahan yang ditawarkan oleh tehnologi ponsel. Namun tidak dipungkiri pula setiap perkembangan teknologi yang terjadi memiliki dampak baik dampak yang positif maupun dampak yang negatif. Banyak kemudahan yang ditawarkan oleh telepon seluler. Tetapi dengan kemudahan-kemudahan tersebut, orang jadi malas beranjak.
Dampak yang lebih kelihatan dari penggunaan ponsel dan layanan yang ada adalah saat ini orang jadi jarang bersilaturahmi secara langsung dengan datang ke rumah karena sudah merasa cukup berkomunikasi dengan telepon ataupun sms saja. Dalam budaya Jawa hal itu dapat menjadikan silaturahmi jadi kurang baik. Kebanyakan orang jadi menganggap hal lumrah jika waktu Hari Raya atau Lebaran tidak berkunjung kerumah dan memohon maaf langsung hanya dengan ucapan dan permohonan maaf lewat sms. Dengan kata lain ada kemungkinan pengguna ponsel akan jadi lebih malas.

Salah satu dari beragam fasilitas dan fitur telepon seluler adalah 3G yang baru-baru ini diluncurkan dan menarik banyak perhatian bagi pecinta dan pendukung kebutuhan konsumen. Ada kecenderungan di awal-awal kehadirannya 3G akan menjadi indikator pendongkrak status sosial bagi penggunanya.Yang menarik, bila selama ini kita hanya bisa mendengar suara saja di layanan call center seperti itu, ke depan tentunya kita pun bisa melihat wajah petugas layanan tersebut di layar ponsel. Bagi remaja maupun para games mania, ke depan mereka akan lebih leluasa bermain game online. Berbagai kelebihan serta fitur dari teknologi jenis ini, seperti kualitas suara yang lebih jernih, kanal suara yang jauh lebih banyak di tiap base station, serta adanya fitur data yang sanggup mengantarkan berbagai aplikasi multimedia ke tiap pelanggan selular. Kebanyakan pelanggan seluler cukup puas hanya dengan mendapatkan layanan voice dan SMS Content selain Voice dan SMS yang disediakan oleh operator tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.



Dampak 3G pada pengguna ponsel

• Jarak semakin tidak terasa

Dengan fitur video call yang ada pada teknologi 3G, maka kita dapat bertatap muka dengan yang lainnya tanpa jarak batas. Hal itu dapat mengakibatkan pengguna bisa bertatap muka ketika berkomunikasi dengan yang lain.

• Informasi lebih mudah diakses

Dengan fitur mobile tv (video streaming) yang ada pada teknologi 3G, maka kita dapat secara cepat untuk mengakses informasi dimanapun, kapanpun, dengan siapa saja. Dengan contoh ketika berada di kemacetan, kita dapat menyaksikan secara langsung seperti menonton tv melalui handphone untuk menghilangkan kepenatan di waktu yang melelahkan.

• Dapat mengakibatkan kesenjangan social

Telepon seluler yang dapat mendukung teknologi 3G saat ini cenderung masih berharga tinggi. Hal ini mengakibatkan masyarakat golongan bawah akan sulit untuk menikmati teknologi 3G. Belum lagi untuk berlangganan teknologi ini diperlukan biaya yang tidak sedikit. Kesenjangan sosial ini bangsa ini yang sangat tinggi mengakibatkan teknologi 3G dapat menjadi salah satu factor penyebab timbulnya kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial ini bisa saja juga berdampak pada meningkatnya tingkat kriminalitas. Teknologi 3G yang dapat mendorong seseorang untuk dapat menikmatinya bisa saja menjadi dasar motif bagi orang-orang yang secara ekonomi tidak dapat memilikinya untuk melakukan tendakan kriminal seperti mencuri misalnya.

• Berkurangnya penggunaan alat transportasi

Teknologi 3G yang memungkinkan orang untuk saling bertatap muka dalam melakukan telekomunikasi jarak jauh sedikit banyak akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk berpergian menggunakan alat transportasi dari satu daerah ke daerah lain. Dari segi orang yang menggunakan 3G mungkin hal ini berarti suatu penghematan. Namun bila kita melihat kepada industri transportasi, pemasukan yang didapat sedikit banyak juga akan berkurang. Tentunya hal ini akan mempengaruhi nasib orang-orang yang bekerja pada industri transportasi tersebut.

• Malas melakukan aktivitas sehari-hari

Dengan adanya teknologi 3G, pengguna HP ini akan malas untuk melakukan aktivitasnya, karena 3G sudah menyediakan berbagai fitur yang memudahkan untuk mengaksesnya. Hal ini menyebabkan orang aktivitas fisik seseorang akan berkurang karena rasa malas. Misalnya saja orang biasanya harus keluar kamar untuk menonton tv di ruang keluarga kini ia hanya perlu menontonnya di layar hp sambil tiduran di kamarnya.

Kendala lain dari kemunculan teknologi 3G adalah diperlukannya sosialisasi pada layanan teknologi tersebut. Hal itu tentunya dipengaruhi dari kecenderungan harga ponsel 3G yang mau tidak mau harus lebih terjangkau, serta layanan yang diberikan. Kehadiran teknologi telepon selular generasi ketiga (3G) memberi peluang untuk mewujudkan impian-impian masa lalu terkait cara berkomunikasi. Kita sebelumnya mungkin belum pernah membayangkan dapat berkomunikasi dengan seseorang yang terpisah jarak namun bisa merasakan seakan-akan dia hadir dekat dengan kita. Hal itu bisa terasa karena selain bisa mendengar suaranya juga bisa melihat wajah lawan bicara di layar ponsel. Dalam bidang pendidikan, selain internet, kehadiran 3G tentunya diharapkan dapat memberi alternatif solusi permasalahan akses ke sumber informasi ini. Contohnya, para pengguna ataupun pelanggan layanan ini ke depan akan memungkinkan untuk memilih berbagai e-book yang ditawarkan oleh berbagai content provider di manapun ia berada, selama lokasinya dalam jangkauan jaringan operator. Bagi para penerbit pun, teknologi ini akan mengurangi cost, karena mereka tidak usah mengeluarkan ongkos cetak dan biaya distribusi, karena buku mereka dikemas secara digital dan didistribusikan lewat content provider. Bisa juga dimanfaatkan untuk pendistribusian file audio maupun video bermuatan edukasi. Dalam bidang bisnis dan usaha, bagi para pebisnis dari kalangan sosial ekonomi status tinggi, kehadiran 3G tentu akan semakin memudahkan mereka dalam mengambil keputusan.
Pergerakan indeks saham maupun kurs dan didukung informasi dari pers yang bisa dipantau oleh mereka dari manapun. Begitu juga dalam membaca peluang bisnis atau memutuskan sebuah penawaran kerjasama. Para pengusaha tak perlu beranjak dari kursi mereka untuk melihat sebuah penawaran barang/ jasa dari sebuah perusahaan. Mereka cukup melihat barang yang ditawarkan lewat video call, atau minta dikirim detail via email. Untuk kepentingan koordinasi pimpinan antar cabang, kalangan eksekutif perusahaan juga dapat memanfaatkan video conference, sehingga masing-masing individu dapat lebih mengefisiensikan waktunya. Mereka tak perlu berduyun-duyun pergi ke kantor pusat untuk sekedar koordinasi yang tidak mendesak.
bangkit Panji A
DAFTAR PUSTAKA :

http://www.google.co.id
by Anom(http://mudaselalu.blogspot.com/2008/03/perkembangan-teknologi-komunikasi.html)

KOMUNIKASI RADIO DAN KEADAAN DARURAT

oleh Bangkit Panji A
From :http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1511&Itemid=30


PADA era informasi yang kita alami saat ini, bermacam sarana telekomunikasi berkembang sangat pesat dan dengan mudah kita dapatkan. Dari telepon kabel, seluler, hingga satelit berkembang dengan pesatnya sehingga kita dengan mudah bisa menikmatinya. Sementara itu, keadaan yang sebaliknya terjadi pada perkembangan komunikasi radio, yang seakan semakin terpinggirkan sehingga sedikit yang memanfaatkan sarana komunikasi yang pernah mempunyai peran penting pada era tahun 40-an ini. Khususnya komunikasi radio pada band HF (high frequency, 3-30 MHz) dan VHF-rendah (very high frequency, 30-50 MHz) semakin sedikit orang mengenal dan menggunakannya. Namun, sesungguhnya masih banyak kegunaan dari perangkat komunikasi marjinal tersebut. Gelombang radio pada frekuensi 3-50 MHz dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer, suatu lapisan yang terbentuk dari ion dan elektron pada ketinggian sekitar 60 km sampai dengan 600 km di atas permukaan bumi. Dengan pemantulan oleh lapisan ionosfer ini, maka komunikasi radio pada band ini bisa mencapai jarak lebih dari 2.000 km tanpa perangkat pemancar ulang (repeater). Ini berbeda dengan komunikasi pada band VHF-tinggi (50-300 MHz) dan UHF (300-3.000 MHz). Untuk mencapai jarak yang jauh, maka komunikasi pada band ini memerlukan perangkat repeater, dan untuk band orde gigahertz (lebih dari 1.000 MHz) bisa memanfaatkan satelit sebagai "pemantul" dan "penguat" buatan. Dikarenakan komunikasi radio pada band HF dan VHF-rendah memanfaatkan lapisan ionosfer sebagai pemantul, propagasi gelombangnya akan sangat bergantung pada kondisi lapisan tersebut. Pada saat kondisi ionosfer baik dan frekuensi kerja yang digunakan sesuai dengan kondisi lapisan tersebut, maka peluang keberhasilan komunikasi juga besar sehingga komunikasi radio menjadi lebih optimal. Sebaliknya pada saat kondisi lapisan ionosfer burukdan pemilihan frekuensi kerja yang kurang tepat, maka peluang keberhasilan komunikasi menjadi rendah dan kemungkinan kegagalan juga akan sering terjadi. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan penggunaan komunikasi radio tersebut, diperlukan informasi prakiraan kondisi lapisan ionosfer yang terjadi pada saat berkomunikasi. Sampai saat ini telah cukup banyak program prediksi propagasi gelombang radio HF dan VHF-rendah yang telah dibuat dan dapat diperoleh dengan harga yang relatif murah dan bahkan ada yang gratis di-download melalui jaringan internet. Selanjutnya, perangkat radio komunikasi dapat diperoleh dengan harga dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Jika dilihat dari segi jangkauan komunikasi dan biaya operasionalnya, sebetulnya perangkat radio komunikasi relatif murah. Tanpa beban pulsa seperti penggunaan telepon pada umumnya, pembicaraan melalui komunikasi radio bisa menjangkau jarak yang cukup jauh, sebanding dengan telepon interlokal bahkan internasional. Hal seperti ini tentunya merupakan hal positif dan akan menghemat biaya operasional yang tidak sedikit. Bahkan, perkembangan teknologi modem yang terjadi saat ini memungkinkan pengiriman paket data (bukan suara) menggunakan perangkat radio komunikasi ini walaupun kecepatannya masih rendah. BAGAIMANA dalam kondisi darurat? Dalam keadaan darurat seperti halnya di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada saat terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami saat ini, kita ketahui hampir seluruh infrastruktur di bumi "Serambi Mekkah" ini hancur, termasuk sarana telekomunikasi. Padahal, pada saat bersamaan diperlukan sarana komunikasi untuk melakukan koordinasi penanggulangan korban bencana. Memang telepon satelit banyak disebut-sebut dan digunakan untuk mendukung koordinasi penanganan bencana, namun penulis yakin aparat kepolisian dan TNI banyak terbantu oleh perangkat komunikasi radio yang dipunyai. Bahkan, penulis yakin, banyak pula rekan-rekan dari Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI) yang dengan peralatan radionya berperan dalam kegiatan kemanusiaan seperti ini. Barangkali inilah kondisi riil yang ada, komunikasi radio masih mempunyai peran yang cukup penting, namun semakin kurang diperhatikan dan semakin ditinggalkan. Mengingat kondisi alam Nusantara dengan berbagai potensinya, termasuk potensi bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan gunung meletus, maka perlu dipertimbangkan sarana pendukung penanggulangan bencana yang lengkap. Baik sarana komunikasi modern dan canggih maupun perangkat komunikasi marjinal seperti radio. Di negara maju seperti Amerika Serikat sekali pun, komunikasi radio masih diperhatikan dan merupakan salah satu sarana komunikasi survival yang banyak digunakan oleh badan penanggulangan bencana. Di dunia pelayaran dan penerbangan, perangkat komunikasi ini masih merupakan keharusan untuk kapal maupun pesawat terbang. Kemudian wilayah negara Indonesia yang luas dengan medan yang berat juga menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di negeri ini, yang jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, bahkan Vietnam. Bukan hanya perkembangannya yang lambat, tetapi juga pemerataan pembangunannya juga belum terjadi. Di satu sisi perkembangan telekomunikasi di Pulau Jawa dan kota-kota besar di luar Jawa bisa dikatakan sangat pesat, namun masih banyak daerah-daerah terpencil dan terisolasi, dan tentu saja belum terjamah sama sekali oleh sarana telekomunikasi. DARI kegiatan sosialisasi yang dilakukan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada tahun 2004, terungkap informasi bahwa masih ada daerah terpencil di negeri ini yang masih mengandalkan komunikasi radio. Ini masih lumayan, masih ada daerah yang sama sekali belum memiliki alat komunikasi radio sekali pun, apalagi sarana telekomunikasi seperti telepon kabel atau seluler. Sungguh sangat berat membangun wilayah Nusantara yang demikian kondisinya. Dan, ini harus kita sadari sepenuhnya. Dari segi biaya, maka diperlukan modal dan investasi yang tidak kecil untuk membuka dan menghubungkan seluruh wilayah Nusantara ini melalui telekomunikasi. Belum lagi masalah sumber daya manusia (SDM), khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi, yang masih sangat kurang dan masih terbatas kemampuannya. Jadi, wajarlah jika beberapa waktu lalu seorang menteri menyiratkan rasa pesimistis untuk menyongsong era masyarakat informasi tahun 2015 yang telah menjadi komitmen kita. Kondisi demikian sungguh memprihatinkan dan perlu dicari strategi dan kebijakan yang tepat untuk menanggulanginya. Karena itu, sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan tiga hal berkaitan dengan komunikasi radio. Pertama, untuk membuka isolasi daerah terpencil, maka pemerintah kabupaten atau kecamatan sebaiknya mengaktifkan kembali sarana komunikasi radio yang sudah ada atau mengadakannya bagi yang belum memiliki. Kedua, sebaiknya pemerintah kabupaten dan kecamatan "menempatkan" sarana komunikasi radio sebagai sarana komunikasi survival yang harus ada dan siap digunakan setiap saat diperlukan, seperti yang berlaku di TNI dan kepolisian. Ketiga, pemerintah kabupaten dan kecamatan sebaiknya meningkatkan kemampuan SDM-nya di bidang komunikasi dan informasi melalui jalinan kerja sama dengan lembaga penelitian maupun perguruan tinggi. Tentu saja semua itu tidak akan berjalan tanpa koordinasi, dukungan, dan peran serta pemerintah pusat dan kita semua. Semoga. Sumber: Kompas (4/2/05) Jiyo Harjosuwito-Peneliti Lapan-Bandung *rc

Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasi

oleh: Anggraeni S.L.
oleh: A.P. Hardhono

Pada artikel ini penulis akan melakukan inventarisasi teknologi komunikasi dan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan jarak jauh di Indonesia serta menguraikan wujud pemanfaatannya. Artikel ini akan dimulai dengan melihat kembali pengertian pendidikan jarak jauh sehingga ulasan pemanfaatan infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi dapat dengan lebih jelas diikuti.

Pengertian Pendidikan Jarak Jauh
Telah banyak ahli yang membahas mengenai pengertian dan karakteristik pendidikanjarak jauh diantaranya Keegan (1984), Holmberg (1977), dan Moore (1973). Walaupun
agak sulit untuk mendapatkan satu definisi yang diterima oleh semua pakar pendidikan
jarak jauh, namun karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan
(1984) dapat dipakai sebagai acuan dasar untuk pembahasan dalam artikel ini. Berikut ini adalah karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan.
• ada keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar (guru atau dosen)
dari peserta ajar (siswa atau mahasiswa) selama program pendidikan
• ada keterpisahan yang mendekati permanen antara seorang peserta ajar (siswa atau
mahasiswa) dari peserta ajar lain selama program pendidikan
• ada suatu institusi yang mengelola program pendidikannya
• pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk
menyampaikan bahan ajar
• penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat mengambil
inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.
Jadi dari uraian karakteristik pendidikan jarak jauh di atas dapat disimpulkan bahwa
keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari
pendidikan jarak jauh. Identifikasi ciri khas pendidikan jauh seperti di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan Moore (1973) bahwa pendidikan jarak jauh adalah sekumpulan metoda pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak fisik, misalnya karena peserta ajar bertempat tinggal jauh dari lokasi institusi pendidikan. Pemisah dapat pula jarak non-fisik yaitu berupa keadaan yang memaksa seseorang yang tempat tinggalnya dekat dari lokasi institusi pendidikan namun tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Keadaan seperti ini terjadi misalnya karena pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Jarak sebagai pemisah seperti di ataslah yang hendak diatasi melalui pendidikan jarak
jauh dengan memanfaatan rancangan instruksional dan rancangan interaksi supaya
kegiatan belajar yang dirancang dengan sugguh-sungguh dapat tercapai. Teori yang
berkembang sebagai hasil dari upaya untuk mengatasi jarak dalam kegiatan ini dikenal
dengan teori jarak transaksional (Moore, M.G. & Kearsley, G, 1996)
Karena ciri khasnya adalah keterpisahan jarak baik dalam arti fisik dan non-fisik seperti yang dikemukakan di depan maka kegiatan pembelajaran tatap muka dapat dikatakan terjadi dalam frekuensi yang rendah. Isi pembelajaran disampaikan melalui media dalam berbagai jenis sedangkan komunikasi/ interaksi antara peserta ajar dengan tenaga pengajarnya atau dilakukan dengan memanfaatkan sarana komunikasi. Dengan demikian program pendidikan dapat diikuti dari dari mana saja dan kapan saja selama media belajar dan sarana komunikasi dua arah tersedia supaya peserta ajar dan tenaga
pengajarnya dapat berinteraksi untuk membahas isi pembelajaran.
Pendidikan yang diselenggarakan dengan system yang secara garis besar digambarkan
seperti di atas tentu akan membuka peluang belajar bagi mereka yang tidak bisa
mengikuti program pendidikan konvensional. Mereka yang sudah berkeluarga, bekerja
biasanya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengikuti perkuliahan yang
diselenggarakan dengan jadwal dan hanya dapat diikuti dari tempat tertentu saja.
Dari uraian tersebut di atas dapat diidentifikasi peran yang dapat dimainkan oleh
teknologi komunikasi dan informasi beserta infrastrukturnya dalam pendidikan jarak
jauh. Peran tersebut meliputi presentasi materi atau isi pembelajaran dan penyediaan
sarana komunikasi atau interaksi antara institusi pendidikan jarak jauh dengan peserta program pendidikannya.
Tiga dari lima media/teknologi yang dapat dipakai dalam penyelenggaraan pendidikan
jarak jauh yang telah diidentifikasi Moore dan Kearsley (1996) berkaitan dengan
teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga media/teknologi tersebut adalah radio dan
televisi, telekonferensi, dan pembelajaran berbantuan komputer. Dua media yang tidak
terkaitan dengan teknologi komunikasi dan informasi adalah cetak dan audio/video kaset.
Sebelum sampai pada pembahasan mengenai bagaimana masing-masing media/teknologi
tersebut dapat dipakai untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di
Indonesia, ada beberapa aspek dari media yang perlu diperhatikan dalam mencermati
media/teknologi. Kerangka yang akan dipakai dalam mencermati media tersebut
mengacu pada kriteria pemilihan media dan teknologi yang dikemukakan oleh Bates
(1995). Kriteria tersebut diperkenalkan dalam sebuah akronim ACTIONS yang membantu
mengingat bahwa aspek Aksesibilitas, Cost (biaya), Teaching-Learning Functions
(efektivitas fungsi pembelajaran), Interactivity (interaktivitas), Organization, Novelty,dan Speed. Berikut ini adalah makna dari empat aspek pertama (yang penulis anggap sangat penting) dari aspek-aspek tersebut.
Aksesibilitas mengacu pada proporsi sasaran program yang mempunyai akses pada
media/teknologi yang akan digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Aspek akses ini
tidak terbatas pada akses secara fisik semata-mata namun aspek mampu atau bahkan
kenyamanan dalam memanfaatkan media tersebut. Semakin besar proporsi sasaran yang
mempunyai akses pada media, semakin besar peluang sukses dari media yang akan
dipergunakan.
Biaya meliputi biaya yang harus dikeluarkan oleh institusi dan oleh peserta ajar. Biaya pada institusi meliputi biaya tetap (investasi awal) yaitu biaya yang harus dikeluarkan pada waktu mengembangkan media dan biaya tambahan bagi setiap penambahan jumlah peserta (operasional).
Efektifitas fungsi pembelajaran mengacu pada kesesuaian media untuk menyampaikan isi
pembelajaran. Bila isi pembelajaran memerlukan presentasi materi dalam berbagai
format, misalnya teks, suara, gambar, animasi, film hidup, maka pertanyaan yang valid
adalah apakah media mendukung untuk hal ini.
Interaktivitas mengacu pada dua hal yaitu pertama apakah media yang akan dipilih
mampu melibatkan siswa dalam pembelajaran, yaitu interaksi individual antara peserta
ajar dengan materi ajarnya. Interaktivitas yang kedua menyangkut apakah media yang
akan dipakai mampu mendukung interaksi antara peserta ajar dengan nara sumber yang
akan membantu peserta ajar dalam memahami materi ajar dan interaksi antar peserta ajar.
Sampai di sini telah diulas mengenai pengertian dan karakteristik pendidikan jarak jauh,sisi di mana teknologi informasi dan komunikasi dapat berperan, serta aspek-aspek yang perlu diiperhatikan dalam menerapkan media/teknologi. Dengan demikian cukuplah kerangka yang diperlukan untuk mengulas peran teknologi komunikasi dan informasi dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia dalam upaya untuk mengatasi kendala ruang dan waktu dalam menyampaikan program pendidikan/pembelajaran.
Teknologi Komunikasi dan Informasi: Infrastruktur dan titik akses layanan
Teknologi komunikasi dan informasi dengan infrastruktur dan titik layanannya telah jauh berkembang dengan cukup baik di Indonesia. Mulai dari teknologi yang sederhana dan murah, misalnya telekonferensi audio dengan memanfaatkan telepon melalui layanan
PERMATA atau PERtemuan MelAlui Telepon Anda (Telkom, ), korespondensi melalui
fax, siaran radio dan televisi, internet dan sampai yang canggih telekonferensi video
dengan memanfaatkan satelit misalnya layanan Vidoe Link PT Indosat.

Radio dan Televisi

Di Indonesia terdapat banyak stasiun pemancar radio dan televisi baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta yang dapat dipakai untuk mendukung penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh dengan menyiarkan program pendidikan. Dalam hal radio hanya
ada satu institusi yang mempunyai daya jangkau secara nasional, yaitu Radio Republik
Indonesia. Daya jangkau stasiun radio swasta yang pada umumnya menggunakan
gelombang FM pada frequensi 88 – 108 MHz tidak lebih dari radius 100 km (Radio
Nederland, 2001). Selain itu dari sisi peraturan, ada pula pembatasan daya jangkau
stasiun pemancar radio yang diwujudkan dalam kategori stasiun pemancar mulai dari
siaran internasional, nasional sampai pada siaran lokal. (Undang Undang Nomor 4, 1997)Untuk mengatasi keterbatasan jangkauan, ada beberapa radio swasta yang membangun
jaringan dengan anggota di berbagai kota, misalnya Trijaya Network terdiri atas stasiun radio Trijaya Jakarta, SCFM Surabaya, Prapanca Medan dan , Mercurius Top FM
Makassar, dan Voice of Papua FM Jayapura (Trijaya, 2002). Dalam jaringan radio ini
juga berlangsung pendidikan informal secara jarak jauh dengan mengangkat topik-topik
yang menjadi perhatian masyarakat umum mulai dari masalah kesehatan, sosial dan
politik. Informasi mengenai program dari jaringan radio ini dapat diperoleh melalui
website www.trijaya-fm.com.
Dalam hal televisi, di Indonesia terdapat satu stasiun pemancar milik negara (TVRI) dan delapan stasiun televisi swasta. TVRI adalah program nasional sehingga siarannya
hampir dapat diterima di setiap pelosok tanah air walaupun masih ada daerah-daerah
yang tetap tidak bisa menerima siaran. Dilihat dari proporsi wilayah, siaran TVRI
menjangkau hanya 37% dari wilayah Indonesia, namun telah menjangkau 68% dari
populasi penduduk Indonesia (Padmo, 2000). Stasiun televisi swasta bervariasi dalam
daya jangkau siarannya, namun hampir setiap kota besar di Indonesia dapat menerima
siaran dari televisi swasta.
Dari aspek aksesibilitas, radio mempunyai tingkat aksesibilitas yang tinggi. Tingkat
pemilikan radio di sembilan wilayah perkotaan dengan angka penetrasi sebesar 40%
(Katili-Niode, 2002). Dari sumber yang sama diperoleh bahwa televisi mempunyai
aksesibilitas yang sedikit lebih rendah yaitu dengan penetrasi 31%. Dari sisi sasaran
peserta jelas bahwa aksesibilitas radio dan televisi tidaklah rendah. Namun kenyataannya televisi dan radio belum besar perannya dalam pendidikan jarak jauh di Indonesia.
Beberapa studi dapat dipakai sebagai acuan dalam menjelaskan fenomena di atas.
Studi yang dilakukan Nurul Huda dkk (2000) menunjukkan bahwa radio mempunyai
keterbatasan dalam daya jangkau dan untuk memperluas daya jangka diperlukan stasiun
relay atau kerjasama dengan radio lokal. Lebih jauh studi tersebut menyatakan bahwa
kesediaan radio lokal untuk mengalokasikan waktu untuk siaran pendidikan pada
umumnya (53 % dari responden) maksimum 60 menit per minggu. Sedangkan yang
bersedia mengalokasikan waktu antara 20 – 60 menit per hari hanya sebesar 20 % dari
total stasiun pemancar radio yang dijadikan sampel. Kendala pengalokasian waktu lebih
banyak bagi siaran program pendidikan adalah biaya siaran dimana satuan biaya siaran
radio per jam siaran per peserta untuk sejumlah 500 peserta masih sekitar 6 USD atau 1.5 USD untuk 1250 peserta (Bates, 1995). Hal inilah yang menjadi kendala bagi penyiaran siaran pendidikan yang secara spesifik mengacu kepada matakuliah tertentu.
Dalam konteks Indonesia agak sulit bagi sebuah stasiun radio swasta lokal untuk
mendapatkan 1250 pendengar bagi setiap siaran pendidikannya. Isu ini mungkin tidak
terlalu relevan bagi pembelajaran pada sekolah dimana siswa pada tingkat dan jenjang
yang sama mengikuti program pembelajaran yang sama. Berbeda halnya dengan
pendidikan tinggi yang menerapkan sistem kredit semester. Dalam sistem ini variasi
pengambilan matakuliah bisa sangat beragam, terlebih bagi pendidikan terbuka dan jarak jauh yang mempunyai ciri fleksibilitas dalam proses pembelajarannya.
Siaran pendidikan melalui televisi mempunyai konsekuensi pembiayaan yang lebih besar
lagi. Berdasarkan hasil riset selama lebih dari delapan tahun, satuan biaya untuk
penyiaran program pendidikan per peserta per jam siaran untuk 500 peserta masih lebih
besar dari 25 USD. Bahkan untuk jumlah 1250 mahasiswapun biaya satuannya masih
lebih besar dari 10 USD (Bates, 1995).
Kendala lain bagi pemanfaatan siaran radio dan televisi adalah media ini adalah sekali tayang bila pada waktu penayangan para peserta tidak menyaksikan maka mereka
kehilangan (Huda dkk, 2000). Untuk mengganti yang hilang, maka harus ada siaran ulang
yang memerlukan biaya penyiaran yang sama. Selain itu, media siaran ini pada dasarnya
adalah media satu arah. Materi yang disiarkannya sebagian besar sudah terekam sehingga interaksi dalam media umumnya tidak ada. Jadi media ini mampu mengatasi kendala ruang dalam penyampaian program pendidkan jarak jauh dengan biaya yang relatif mahal namun masih terikat pada kendala waktu.

Telekonferensi

Telekonferensi adalah suatu pertukaran informasi secara langsung antara dua orang atau lebih yang berada pada dua atau lebih lokasi yang berbeda dengan memanfaatkan suatu sistem telekomunikasi. Pada dasarnya telekonferensi adalah sarana komunikasi dua arah sehingga dalam pendidikan jarak jauh berperan untuk menjembatani komunikasi antara peserta ajar dengan nara sumber, khususnya dalam pemberian layanan bantuan belajar.
Ada dua jenis telekonferensi, yaitu telekonferensi audio dan telekonferensi video. Dalam telekonferensi audio, informasi yang dipertukarkan berupa suara sedangkan dalam
telekonferensi video informasi yang dipertukarkan dalam bentuk suara dan gambar hidup
yang sinkron dengan suara. Oleh karena itu dalam telekonferensi video dibutuhkan pita
komunikasi (bandwidth) lebih besar dari telekonferensi audio.
Ada beberapa sarana telekomunikasi yang bisa dipakai untuk mendukung telekonferensi
audio, yaitu: telephone, satelit, dan internet. Penyelenggaraan telekonferensi audio
dengan memanfaatkan telepon dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan
PERMATA (Pertemuan Melalui Telepon Anda) dari PT Telkom. Layanan Permata telah
tersedia diberbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujung Pandang,
Menado dan Medan (Telkom, 2002). Dengan layanan PERMATA, sebanyak 30 nomor
sambungan dapat dihubungkan sehingga terjadi konferensi. Partisipasi dalam PERMATA
dapat dilakukan dari telepon yang ada di rumah, kantor, wartel, atau bahkan dari telepon umum. Walaupun hanya mampu menghubungkan 30 sambungan telepon secara simultan
tidak berarti bahwa konferensi hanya bisa diikuti oleh 30 peserta. Peserta yang tinggalnya berdekatan dapat bersama-sama menggunakan satu speaker phone yang dilengkapi dengan mic sehingga setiap orang dapat mendengar pembicaraan dan dapat berpartisipasi dalam telekonferensi.
Struktur biaya hanya mempunyai satu komponen yaitu pulsa telepon selama mengikuti
telekonferensi. Pemanfaatan PERMATA untuk penyelenggaraan telekonferensi dalam
rangka pembelajaran jarak jauh ini dari segi biaya tidaklah terlalu memberatkan bagi
peserta yang tinggal di kota tempat penyelenggaraan telekonferensi karena mereka tidak harus membayar tarif interlokal. Bagi peserta yang harus membayar biaya pulsa
interlokal tentunya hal ini memberatkan bagi sebagian peserta karena mahalnya tarif
interlokal di Indonesia.
Walaupun penetrasi telepon di perumahan hanya 2.5% (Titan, 1997), namun pada
kalangan berpenghasilan menengah ke atas penetrasi telepon sebesar 70% (Marketing
Intelligence Corporation, 2000). Sekalipun demikian akses pada telepon bagi kalangan
ekonomi lemah sangat terangkat dengan hadirnya warung telekomunikasi yang berjumlah
tak kurang dari 180.000 buah (Tjokrosudarmo, 2001) yang tersebar diseluruh pelosok
tanah air. Wartel ini menyediakan layanan telepon bagi masyarakat umum. Sarana
telepon ini mempunyai aksesibilitas yang tinggi karena selain jumlah wartel yang sangat banyak, tarifnyapun lebih murah dari tarif telepon bagi perumahan. Sayangnya layanan PERMATA masih terbatas pada enam kota tersebut di atas sehingga pemanfaatan dalam skala besar akan sulit karena akan ada peserta yang harus menanggung biaya interlokal.
Telekonferensi video memungkinkan penyelenggaraan perkuliahan secara jarak jauh
dimana pengajar dapat menyaksikan aktivitas peserta ajar di tempat lain dan sebaliknya peserta ajar dapat menyaksikan aktivitas pengajar dan peserta ajar di tempat lain. Pada setiap ruang penyelenggaraan telekonferensi video terdapat sekurang-kurangnya satu set televisi untuk menampilkan aktivitas di lokasi lain dan satu kamera video yang berfungsi untuk mengambil gambar hidup dari aktifitas ruang tersebut dan mengirimkan ke ruangan lain dan satu peralatan yang berfungsi untuk mengirim citra aktivitas ke lokasi lain dan menerima citra aktivitas dari lokasi lain. Investasi peralatan untuk telekonferensi video sekitar 20.000 USD atau sekitar Rp 200 juta lebih per lokasi (Moore & Kearsley, 1996)
Selain biaya investasi peralatan yang mahal, biaya operasi telekonferensi video juga
mahal karena membutuhkan pita komunikasi yang lebih lebar . Hal ini disebabkan karena
selain mengirimkan informasi dalam bentuk suara juga mengirimkan informasi dalam
bentuk gambar bergerak. Biasanya diperlukan saluran komunikasi melalui satelit yang
tarif non-komersial mencapai 100 USD/jam untuk kecepatan 112 Kbps dan 150 USD
untuk 336 Kbps (LVC, 2002). Di Indonesia, tarif penyelenggaraan konferensi video
melalui Indosat Video Link diatur berdasarkan jarak yang diklasifikasikan dalam tujuh
zone. Tarif zone I (termurah) adalah Rp 705.600 untuk kecepatan 128 Kbps dan Rp
2.116.800 untuk kecepatan 384 Kbps. Biaya tersebut baru mencakup biaya
telekomunikasinya dan belum mencakup biaya sewa ruang dalam gedung milik Indosat
yang minimal sebesar 80 USD per jam untuk ruangan berkapasistas 12 orang. (Indosat
2002).
Pengiriman data video satu arah yang bagus untuk ukuran 15 frame per detik 248 x 200
pixel memerlukan memerlukan bandwidth sebesar 167 kbps (Sorenson, 2002). Karena
telekonferensi video merupakan komunikasi dua arah, maka diperlukan bandwidth
sebesar dua kali 167 kbps atau 334 kbps. Bandwith kurang dari 300 kbps akan
menyebabkan gerakan gambar video tidak tampak mulus namun terputus-putus dan tidak
enak dipandang.
Selain itu, karena mahalnya investasi dan biaya operasionalnya, fasilitas telekonferensi video ini tidak banyak yang memiliki. Akibatnya, peserta telekonferensi video harus datang pada tempat tertentu pada jam tertentu untuk mengikuti perkuliahan jarak jauh.
Hal ini jelas akan menurunkan taraf fleksibilitas dari penyelenggaraan program
pendidikan jarak jauh.

Pembelajaran Berbantuan Komputer

Secara umum pembelajaran berbasis komputer dapat dimasukkan dalam dua kategori
yaitu komputer mandiri (standalone) dan komputer dalam jaringan. Perbedaan yang
utama antara keduanya terletak pada aspek interaktivitas. Dalam pembelajaran melalui
komputer mandiri, interaktivitas peserta ajar terbatas pada interaksi dengan materi ajar yang ada dalam program pembelajaran.
Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan, interaktivitas peserta ajar menjadi
lebih banyak alternatifnya. Pada pembelajaran dengan komputer dalam jaringan dikenal
dua jenis fungsi komputer, yaitu komputer server dan komputer klien. Interaksi antara
peserta ajar dengan tenaga pengajar dilakukan melalui ke dua jenis komputer tersebut.
Institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh menyediakan komputer server untuk
melayani interaksi melalui website server, e-mail server, mailinglist server, chat server, sedangkan peserta ajar dan tenaga pengajar memakai komputer klien yang dilengkapi dengan browser (misalnya Netscape atau Internet Explorer), e-mail client (misalnya Eudora), dan chat client. Browser adalah program komputer yang berfungsi untuk membaca isi website. Sekarang ini, browser sudah banyak yang dilengkapi dengan e-mail client.
Selain berinteraksi dengan program pembelajaran, peserta ajar dapat pula berinteraksi
dengan nara sumber dan peserta ajar lain yang dapat dihubungi melalui jaringan dengan
memanfaatkan e-mail atau mailinglis, serta mereka dapat mengakses program
pembelajaran yang relevan dari sumber lain dengan mengakses website yang
menawarkan program pembelajaran secara gratis.
Aspek yang menjadikan masalah bagi penerapan pembelajaran berbantuan komputer di
Indonesia adalah masalah aksesibilitas, baik dalam arti akses fisik, maupun kemampuan
memanfaatkan komputer untuk kegiatan pembelajaran oleh tenaga pengajar dan peserta
ajar. Dari sisi akses fisik, penetrasi komputer di Indonesia pada tahun 2001 sebesar 0.56% atau satu komputer untuk 176 pemakai. (Santiago, 2001). Sedangkan dari sumber lain diperoleh penetrasi internet di Indonesia sebesar baru sekitar 1% (Arbi, 2001)
Sekalipun angka-angka penetrasi tersebut di atas menimbulkan pesimisme akan
pemanfaatkan komputer sebagai media pembelajaran, namun kehadiran warposnet,
warnet, dan WARINTEK 9000, menimbulkan dapat mengurangi pesimisme atau bahkan
menimbulkan optimisme baru.

Warposnet dan Warnet

Warposnet adalah jasa akses ke Internet yang disediakan oleh PT Pos Indonesia bagi
masyarakat umum yang tidak mempunyai sambungan Internet, baik di rumah ataupun di
kantor. Sekarang ini warposnet hadir di 116 kota di seluruh Indonesia. Warnet adalah
juga layanan akses ke Internet namun diselenggarakan oleh perusahaan swasta. Sekarang
ini jumlah warnet di Indonesia tak kurang dari 2500 buah (Widodo, 2002). Dari sumber
yang sama, dalam 2500 warnet ini terdapat kurang lebih 250.000 pengguna internet.
Tarif akses internet melalui warnet dan warposnet ini sangat kompetitif yang berkisar
antara Rp 5000 sampai Rp 6000 per jam (Kompas, 2001). Namum, banyak wartel yang
menghitung biaya pemakaian per menit atau per lima belas menit, sehingga lebih
membuat biaya pemakaian lebih murah.
Melalui warposnet dan warnet tersebut, masyarakat dapat mencari informasi yang ada di
Internet, termasuk didalamnya program pembelajaran yang disediakan oleh institusi
pendidikan jarak jauh. Disamping itu mereka juga dapat membuat alamat surat elektronik yang gratis yang tersedia di berbagai server misalnya boleh.mail.com yahoo.com atau hotmail.com. Dengan surat elektronik tersebut mereka dapat melakukan korespondensi dengan institusi penyelenggaran pendidikan jarak jauh baik untuk keperluan informasi umum mengenai program pendidikan, administrasi atau untuk bantuan layanan akademis.

WARINTEK 9000

Warintek adalah warung informasi teknologi yang mulai beroperasi sejak 1998
merupakan program kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Republik Indonesia,
bekerja sama dengan Myoh.com. Angka 9000 di atas menunjukkan target jumlah
Warintek pada tahun 2004 dimana dinginkan ada satu warintek di setiap kecamatan di
Indonesia yang berjumlah kurang lebih 8000 dan 1000 sisanya direncanakan dibuka di
wilayah yang padat penduduknya (Warintek, 2002). Pada bulan September 2001, jumlah
Warintek telah mencapai 100 buah (Natnit, 2001). Salah satu layanan dari Warintek 9000 adalah akses ke Internet. Dengan demikian, apa yang dapat dilakukan oleh pelanggan diwarnet dan warposnet dapat dilakukan juga di Warintek.
Layanan lain dari Warintek adalah akses informasi atau database lokal off-line baik
bibliografi maupun teks penuh yang dikemas dalam CD-ROM. Pada saat ini dalam telah
tersedia data base dalam bidang lingkungan, teknologi tepat guna dalam budidaya
peternakan, pengolahan pangan, alat pengolahan, pengelolaan air dan sanitasi, institusi penelitian dan pengembangan di Indonesia, Katalog induk jaringan kerjasama sebelas perpustakaan, materi pelatihan untuk digitalisasi perpustakaan, bahkan tersedia kumpulan resep masakan Indonesia. Masyarakat umum dapat datang ke Warintek untuk mengakses semua basis data tersebut di atas, mencetaknya dan membawa pulang untuk dipelajari lebih lanjut. Dari sini dapat diartikan bahwa Warintek dalam hal ini telah menerapkan pembelajaran berbantuan komputer secara mandiri. Mengingat Warintek juga menjalin kerjasama dengan berbagai institusi, salah satunya adalah Universitas Terbuka (UT), maka tidak tertutup kemungkinan suatu saat nanti materi ajar UT dapat diakses secara off-line masyarakat melalui Warintek yang tersebar di seluruh kecamatan di indonesia.
Dengan demikian aksesibilitas pembelajaran melalui komputer baik secara mandiri
maupun dalam jaringan akan meningkat. Walaupun peserta pendidikan jarak jauh harus
pergi ke warnet, warposnet, ataupun Warintek, karena tersedia sampai pada level
kecamatan maka pengurangan fleksibilitas dari sisi tempat akses tidaklah terlalu
signifikan pada umumnya. Namun karena informasi dan program pembelajaran selalu
tersedia, kecuali ada kerusakan pada jaringan atau komputer server penyedia informasi
dan program pembelajaran, maka tidak terjadi penurunan pada taraf fleksibilitas waktu.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan kasus telekonferensi baik audio maupun video,
siaran radio dan televisi.
Melihat perkembangan aksesibilitas komputer dan jaringan komputer di atas, maka salah
satu kesimpulan studi kasus yang diselenggarakan ITU mengenai prospek e-ASEAN,
yaitu “Digital divide is not an infrastructure problem but an affordability and awareness problem” (ITU, 2001). Digital divide adalah kesenjangan akses pada informasi digital yang disebabkan oleh adanya dua kelompok anggota masyarakat dimana yang satu mempunyai akses pada jaringan informasi digital sedang kelompok yang lain tidak. Kesenjangan ini mempunyai dampak yang serius karena masyarakat yang tidak
mempunyai akses pada jaringan informasi akan tertinggal.

Kesimpulan

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap teknologi mempunyai kendala dalam
pemanfaatannya guna mendukung penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh. Kendala
timbul dari aspek aksesibilitas dan biaya sehingga menurunkan fleksibilitas ruang dan
waktu yang merupakan “selling point” bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh. Ada
teknologi yang kemampuannya untuk mengatasi kedala ruang dalam penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh tidak dapat berfungsi maksimal, karena salah satu penyebabnya
adalah keterbatasan daya jangkau akibat harus mengikuti peraturan perundang-undangan
yang berlaku, misalnya siaran radio. Ada teknologi yang mempunyai kendala biayanya
yang sukar diatasi, misalnya telekonferensi video dan siaran televisi. Dari sisi penerima, siaran televisi tidak bermasalah, namun penyedia program siaran menghadapi kendala biaya produksi program siaran dan biaya penyiaran. Ada pula teknologi yang mempunyai kendala aksesibilitas dan biaya dapat diatasi (misalnya pembelajaran dengan komputer) karena menjamurnya warnet, warposnet, dan Warintek serta semain kompetitifnya “baca murah” tarif jasa mereka.
Barangkali tepatlah apa yang dikatakan oleh Sir John Daniel yaitu ‘distance education
has evolved as a function of time, place and technology’ (Daniel, 1996, p.47) atau yang berarti pendidikan jarak jauh telah berkembang sebagai fungsi dari waktu, tempat dan teknologi. Wujud dari pendidikan jarak jauh berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, dari waktu dulu ke waktu sekarang, dan berbeda karena alternatif teknologi yang tersedia makin beragam. Dengan demikian pendidikan jarak jauh di Indonesia tidak harus sama dengan pendidikan jarak jauh di Amerika, atau pendidikan jarak jauh di Indonesia sekarang tidak harus sama dengan wajah pendidikan jarak jauh Indonesia 30 tahun yang silam yang sangat terbatas alternatif teknologinya. Pendidikan jarak jauh Indonesia sekarang harus mampu memanfaatkan alternatif teknologi yang tersedia tanpa
meninggalkan perhatian atas empat aspek penting dari teknologi yang telah diidentifikasi di atas, yaitu aksesibilitas, biaya, efektifitas dalam fungsi pembelajaran, serta kemampuan teknologi untuk mendukung interaktivitas antara peserta ajar dan tenaga pengajar yang dipandang sangat penting dalam pendidikan.

Minggu, 25 Mei 2008

DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI TELEPON SELULER BAGI MASYARAKAT

oleh : Bangkit Panji A

Kemajuan teknologi komunikasi pada saat ini terasa begitu cepat. Hal ini tampak dari terus berkembangnya berbagai macam jenis telepon, dari jenis telepon kabel yang konvensional sampai dengan jenis telepon nir kabel seperti handy talky atau "ht", telepon seluler atau sering disingkat ponsel, dan PDA, yaitu ponsel generasi terbaru yang telah menunjukkan kesiapannya sebagai perangkat multiguna, sebagai peralatan komunikasi, komputasi dan internet. Sesuai konsep mobile office, mobile computing, mobile internet, mobile commerce dan seterusnya. Seiring dengan perkembangan zaman ponsel saat ini sudah mampu memberikan fasilitas digital camera dengan fungsi MMS sebagai provider.
Adapun ragam dan kegunaan ponsel yaitu mulai dari ponsel kategori fashion, ponsel smart, ponsel walkman, sampai ponsel outdoor. Untuk ponsel fashion saat ini, sosoknya tercermin dari desain dan material khusus yang digunakan untuk mempercantik penampilan handset. Desain unik ponsel jenis ini tampak dari layar pembuka key pad yang dibuat memutar. Ciri khas ponsel fashion lainnya adalah variasi warna yang sangat elok seperti coffe brown dan warm amber. Ada juga ponsel walkman. Ponsel ini, jelas ditujukan untuk para music mania.
Bagi kalangan pebisnis yang memiliki mobilitas sangat tinggi, teknologi ponsel menyediakan ponsel pintar (smart) yang lebih dikenal dengan sebutan Wi-Fi (Wireless Fidelity). Dengan handset genggam yang mantap, ponsel ini menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat membantu user mendatangi tempat-tempat hotspot yang sudah marak keberadaannya. Ponsel ini dilengkapi dengan koneksi internet yang lebih cepat, download, lampiran pada e-mail, dengan kapasitas rekam data sangat tinggi. Sehingga komunikasi data antarperanti digital ponsel ini mampu menyambungkan koneksi nirkabel lewat inframerah dan bluetooth.
Ponsel lain yang cukup tangguh dan revolusioner adalah ponsel out door. Ponsel ini dikeluarkan dengan short & out acctive dan dirancang dengan sistem pertahanan tinggi. Desainnya berupa camsell dan candy bar dengan waktu siaga mencapai 860 jam atau 1 bulan. Dengan lama waktu bicaranya mencapai 16 jam.
Seiring dengan munculnya ponsel yang beraneka ragam dan semakin canggih maka hadirlah teknologi baru yang dikenal dengan 3G yang pastinya akan semakin memanjakan konsumen. Layanan 3G pada dasarnya adalah layanan seluler dengan transfer data berkecepatan sangat tinggi. Kecepatan transfer minimal layanan 3G adalah 3 megabyte (MB) per detik . Dengan kecepatan tersebut, pelanggan bisa menikmati aneka layanan baru, seperti menonton video klip, film hingga televisi di ponsel, akses internet berkecepatan sangat tinggi, atau konferensi video. Dari sisi teknologi, layanan 3G terbilang baru karena negara yang mengaplikasikan layanan ini masih sedikit atau dapat dihitung dengan jari.
Setiap hal baru yang masuk ke masyarakat pasti membawa dampak atau perubahan sosial. Dampak negatif dari kemajuan teknologi ponsel ini antara lain :
Bagi segi kesehatan dampak negative dari penggunaan ponsel adalah radiasi sebuah telepon seluler dapat merusak otak.
Memudahkan sekelompok orang menjalankan tindak kejahatan. Serangkaian tindakan dilakukan untuk menjerat anak-anak masuk jaringan bisnis porstitusi melalui komunikasi dengan telepon seluler. Telepon seluler digunakan sebagi alat menipu dan menejbak anak-anak dengan iming-iming harta melimpah.
Kemajuan teknologi telepon seluler, yang dipergunakan untuk enyimpan, menyebarkan gambar-gambar dan video porno merupakan salah satu dari modus tindak kejahatan yang bisa diakses dengan mudah melalui telepon seluler.
Dampak positif dari kemajuan teknologi ponsel antara lain :
Bagi para pebisnis dari kalangan sosial ekonomi status tinggi (A, B), kehadiran ponsel 3G tentu akan semakin memudahkan mereka dalam mengambil keputusan. Pergerakan indeks saham maupun kurs dan didukung informasi dari pers yang bisa dipantau oleh mereka dari manapun akan membuat simpel pekerjaan mereka.
Bagi remaja maupun para games mania, ke depan mereka akan lebih leluasa bermain game online, tak hanya lewat internet namun juga lewat ponsel, karena jaringan 3G memungkinkan untuk itu. Pun begitu bagi para peminat komik, mereka bisa mendapatkan komik dengan gambar berkualitas lewat layanan 3G.

Selasa, 20 Mei 2008

Perkembangan Teknologi Komunikasi Pendidikan

Teknologi Komunikasi Pendidikan Indonesia Masa Kini
Oleh Annisa Phieraz P*

Teknologi Komunikasi Pendidikan (TKP) menurut Yusufhadi Miarso, dkk (1983) adalah teknologi komunikasi yang diterapkan dalam bidang pendidikan atau teknologi pendidikan yang memanfaatkan media komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia tidak dapat lepas dari peran teknologi informasi. Teknologi informasi yang sedang berkembang saat ini adalah web. Hal tersebut tidak disia-siakan oleh pemerintah. Pemerintah berlomba-lomba untuk memanfaatkan web sebagai sarana pembelajaran dan penyaluran informasi pendidikan.
Masih terngiang di ingatan kita sekitar 15 tahun yang lalu, radio RRI sering menyiarkan siaran pendidikan yang antara lain berisi tentang pendidikan moral, ajakan yang membangun, pendidikan kecakapan hidup, dan masih banyak lagi yang lain. Masa sekarang peran radio pendidikan telah sedikit banyak digantikan oleh internet dalam hal ini berbentuk web.
Pemerintah telah membangun jaringan pendidikan nasional (jardiknas) yang mengarah pada pembelajaran berbasis web. Pemerintah melalui jardiknas memberikan kontribusi yang sangat positif dalam membangun jaringan informasi pendidikan yang luas demi peningkatan pendidikan Indonesia. Bahkan berita terbaru, pemerintah membeli hak cipta beberapa percetakan, yang kemudian buku-buku pelajaran sekolah dapat di download melalui internet. Sehingga lebih mengukuhkan bahwa perkembangan teknologi pendidikan Indonesia telah mengarah kepada web dengan segala kemudahan, kecepatan, dan kelengkapan yang dimiliki. Pada tahun-tahun kedepan dapat dipastikan perkembangan teknologi pendidikan akan mengalami perkembangan yang lebih pesat seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
* Jurusan Kurtekdik UNNES Semarang angkatan 2006 (NIM 1102406051)

Jumat, 16 Mei 2008

Dari Radio Sampai E-Learning

Dari Radio Sampai E-Learning

Oleh Annisa Phieraz P*

Teknologi Komunikasi Pendidikan (TKP) di Indonesia berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Pada masa awal perkembangan TKP, muncul radio pendidikan sebagai primadonanya teknologi komunikasi pendidikan. Radio pendidikan di Indonesia pada masa itu menjadi salah satu alat untuk menyampaikan informasi pendidikan khususnya sebagai sarana pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) bagi guru-guru SD se Indonesia yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Jakarta. Radio pendidikan disiarkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) pada jam-jam tertentu dan harus didengarkan oleh semua guru SD sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan.

Setelah berkembangnya teknologi informasi kearah audiovisual, maka berkembang pula televisi pendidikan sebagai sarana pendidikan. Televisi pendidikan mulai dikembangkan oleh pemerintah melalui stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI). TVRI dengan program pendidikannya memberikan kontribusi yang cukup besar dalam peningkatan mutu pendidikan pada masa itu.

Seiring berkembangnya komputer maka berkembang pula teknologi komunikasi pendidikan. Komputer merupakan sarana yang cukup membantu menyebarkan informasi pendidikan. Dengan komputer kita dapat membuat video pembelajaran atau CD pembelajaran lain yang dapat menunjang proses pembelajaran di sekolah. Walaupun sarana yang digunakan tidak hanya komputer, dalam membuat video pembelajaran komputer merupakan alat yang paling vital. Disamping itu komputer melalui program internet dapat menyebarkan informasi secara cepat dan engkap sampai ke belahan dunia manapun. Hampir seluruh pelosok negeri ini dapat dijangkau oleh internet, sehingga lebih mempermudah para pencari ilmu untuk mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya sesuai yang dia butuhkan.

Dewasa ini berkembang pula pembelajaran berbasis web atau yang lebih dikenal dengan sebutan e-learning. E-learning merupakan pembelajaran dengan menggunakan media elektronik dalam hal ini internet. Dengan menggunakan e-learning, maka pembelajaran jarak jauh dapat dilakukan. Selain itu akhir-akhir ini juga dikembangkan teleconverence yang tidak menutup kemungkinan terjadinya pertemuan tatap muka tanpa harus memperhatikan jarak.

Apapun alat yang digunakan, teknologi komunikasi pendidikan sangat berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Seiring berkembangnya teknologi komunikasi pendidikan maka diharapkan berkembang pula pendidikan di Indonesia.

* Jurusan Kurtekdik UNNES Semarang angkatan 2006 (NIM 1102406051)